RESUME
SEJARAH (TARIKH)
RASULULLAH MUHAMMAD SAW
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Pendidikan Agama Islam (PAI)
Dosen : H. Noor Hudallah
Disusun
oleh :
Haryani 1201414044
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI
SEMARANG
2014
1. Kelahiran Muhammad SAW
Sekitar
tahun 570 M, Mekah adalah sebuah kota yang sangat penting dan terkenal di
antara kota-kota di negeri Arab, baik karena tradisinya ataupun karena
letaknya. Kota ini dilalui jalur perdagangan yang ramai menghubungkan Yaman di
Selatan dan Syiria di Utara. Dengan adanya Ka’bah di tengah kota, Mekah menjadi
pusat keagamaan Arab. Di dalamnya terdapat 360 berhala, mengelilingi berhala
utama, Hubal. Mekah kelihatan makmur dan kuat. Agama dan
masyarakat Arab pada masa itu mencerminkan realitas kesukuan masyarakat jazirah
Arab dengan luas satu juta mil persegi.
Nabi
Muhammad dilahirkan dari keluarga bani Hasyim di Mekah pada hari senin, tanggal
12 Rabi’ul Awwal, pada permulaan tahun dari Peristiwa Gajah dalam
keadaan yatim. Maka tahun itu dikenal dengan Tahun Gajah. Dinamakan demikian
karena pada tahun itu pasukan Abrahah, gubernur kerajaan Habsyi (Ethiopia),
dengan menunggang gajah menyerang Kota Mekah untuk menghancurkan Ka’bah.
Bertepatan dengan tanggal 20 atau 22 bulan April tahun 571 M. Ini
berdasarkan penelitian ulama terkenal, Muhammad Sulaiman Al-manshurfury dan
peneliti astronomi, Mahmud Pasha.
Nabi
Muhammad adalah anggota bani Hasyim, suatu kabilah yang kurang berkuasa dalam
suku Quraisy. Kabilah ini memegang jabatan siqayah. Nabi
Muhammad lahir dari keluarga terhormat yang relatif miskin. Ayahnya bernama
Abdullah anak Abdul Muthalib, seorang kepala suku Quraisy yang besar
pengaruhnya. Ibunya adalah Aminah binti Wahab dari bani Zuhrah. Muhammad SAW.
Nabi terakhir ini dilahirkan dalam keadaan yatim karena ayahnya meninggal dunia
tiga bulan setelah dia menikahi Aminah.
Ramalan
tentang kedatangan atau kelahiran Nabi Muhammad dapat ditemukan dalam
kitab-kitab suci terdahulu. Al-Qur’an dengan tegas menyatakan bahwa kelahiran
Nabi Muhammad SAW telah diramalkan oleh setiap dan semua nabi terdahulu, yang
melalui mereka perjanjian telah dibuat dengan umat mereka masing-masing bahwa
mereka harus menerima atas kerasulan Muhammad SAW nanti. Seperti dalam Qs. Ali
‘Imran ayat 81 :
“Dan (ingatlah), ketika Allah
mengambil perjanjian dari para nabi: “Sungguh, apa saja yang Aku berikan
kepadamu berupa Kitab dan hikmah Kemudian datang kepadamu seorang Rasul yang
membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman
kepadanya dan menolongnya”. Allah berfirman: “Apakah kamu mengakui dan menerima
perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?” mereka menjawab: “Kami mengakui”.
Allah berfirman: “Kalau begitu saksikanlah (hai para Nabi) dan Aku menjadi
saksi (pula) bersama kamu”.
Sejumlah penulis besar tentang Sirah dan
para pakar hadits telah banyak meriwayatkan peristiwa-peristiwa di luar kebiasaan,
yang muncul pada saat kelahiran Nabi Muhammad SAW. Peristiwa-peristiwa diluar
daya nalar manusia, yang mengarah kepada dimulainya era baru bagi alam dan
kehidupan manusia, dalam hal agama dan moral. Diantara
peristiwa-peristiwa tersebut adalah singgasana Kisra yang bergoyang-goyang
hingga menimbulkan bunyi serta menyebabkan jatuh 14 balkonnya, surutnya danau
Sawa, padamnya api sembahan orang-orang Persia yang belum pernah padam sejak
seribu tahun lalu.
2.
Masa Kanak-kanak
Tidak lama
setelah kelahirannya, bayi Muhammad SAW diserahkan kepada Tsuwaibah, budak
perempuan pamannya, Abu Lahab, yang pernah menyusui Hamzah. Meskipun diasuh
olehnya hanya beberapa hari, nabi tetap menyimpan rasa kekeluargaan yang
mendalam dan selalu menghormatinya. Nabi SAW selanjutnya dipercayakan kepada
Halimah, seorang wanita badui dari Suku Bani Sa’ad. Bayi tersebut diasuhnya
dengan hati-hati dan penuh kasih sayang, dan tumbuh menjadi anak yang sehat dan
kekar. Pada usia lima tahun, nabi dikembalikan Halimah kepada tanggungjawab
ibunya. Sejumlah hadis menceritakan bahwa kehidupan Halimah dan keluarganya
banyak dianugrahi nasib baik terus-menerus ketika Muhammad SAW kecil hidup di
bawah asuhannya. Halimah menyayangi baginda Rasul seperti menyayangi anak
sendiri, penuh kasih sayang dan cinta, namun karena banyak kejadian yang luar
biasa sehingga takut akan terjadi hal-hal yang tidak baik sehingga
dikembalikanlah Rasul SAW kepada keluarga beliau.
Muhammad SAW
kira-kira berusia enam tahun, dimana tatkala asik bermain-main dengan
teman-teman beliau, teman-teman beliau gembira saat ayah-ayah mereka pulang,
namun Rasulullah pulang dengan tangisan menemui ibunda beliau, seraya berkata
wahai ibunda mana ayah?.. ibunda beliau terharu tanpa jawaban yang pasti,
sehingga dalam ketidakmampuan atas jawaban tersebut, hingga suatu ketika ibunda
beliau mengajak baginda Nabi SAW pergi kekota tempat ayah beliau dimakamkan. Sekembalinya
dari pencarian Makam suami tercinta ibu Rasul tercinta jatuh sakit dan
meninggal dalam perjalanan pulang, dengan duka cita yang mendalam dan pulang
bersama seorang pembantu nabi. Sekembalinya pulang sebagai anak yatim piatu
maka beliau diasuh oleh kakeknya, Abdul Muthalib. Namun dua tahun kemudian,
kakeknya pun yang berumur 82 tahun, juga meninggal dunia. Maka pada usia
delapan tahun itu, nabi ada di bawah tanggungjawab pamannya Abi Thalib. Pada
usia 8 tahun, seperti kebanyakan anak muda seumurnya, nabi memelihara kambing
di Mekkah dan menggembalakan di bukit dan lembah sekitarnya. Pekerjaan
menggembala sekawanan domba ini cocok bagi perangai orang yang bijaksana dan
perenung seperti Muhammad SAW muda, ketika beliau memperhatikan segerombolan
domba, perhatiannya akan tergerak oleh tanda-tanda kekuatan gaib yang tersebar
di sekelilingnya.
3.
Masa Remaja
Diriwayatkan bahwa ketika berusia
dua belas tahun, Muhammad SAW menyertai pamannya, Abu Thalib, dalam berdagang
menuju Suriah, tempat kemudian beliau berjumpa dengan seorang pendeta, yang
dalam berbagai riwayat disebutkan bernama Bahira. Meskipun beliau merupakan satu-satunya
nabi dalam sejarah yang kisah hidupnya dikenal luas, masa-masa awal kehidupan
Muhammad SAW tidak banyak diketahui. Muhammad SAW, besar bersama kehidupan suku
Quraisy Mekah, dan hari-hari yang dilaluinya penuh dengan pengalaman yang
sangat berharga. Dengan kelembutan, kehalusan budi dan kejujuran beliau maka
orang Quraisy Mekkah memberi gelar kepada beliau dengan Al-Amin yang artinya
orang yang dapat dipercaya.
Pada usia 30 tahunan, Muhammad SAW sebagai
tanda kecerdasan dan bijaksanya beliau, Nabi SAW mampu mendamaikan perselisihan
kecil yang muncul di tengah-tengah suku Quraisy yang sedang melakukan renovasi
Ka’bah. Mereka mempersoalkan siapa yang paling berhak menempatkan posisi Hajar
Aswad di Ka’bah. Beliau membagi tugas kepada mereka dengan teknik dan strategi
yang sangat adil dan melegakan hati mereka.Pada masa mudanya, beliau telah
menjadi pengusaha sukses dan hidup berkecukupan dari hasil usahanya. Kemudian
pada usia 25 tahun, beliau menikah dengan pemodal besar Arab dan janda kaya
Mekah, Khadijah binti Khuwailid yang telah berusia 40 tahun.
Adapun isteri-isteri Nabi Muhammad
SAW berjumlah 11 orang, yaitu :
- Khadijah binti Khuwailid
- Saudah binti jam’ah
- Aisyah binti Abu Bakar ra.
- Hafshah binti Umar ra.
- Hindun ummu salamah binti Abu Umayyah
- Ramlah Ummu Habibah binti Abu Sofyan
- Zainab binti Jahsyin
- Zainab binti Khuzaimah
- Maimunah binti Al-Harts Al-Hilaliyah
- Juwairiyah binti Al-Haarits
- Sofiyah binti Huyay
Dari 11 isteri Nabi SAW ini yang
wafat saat Nabi SAW masih hidup adalah 2 orang yaitu Khadijah dan Zainab binti
Khuzaimah, sedangkan sedangkan isteri Nabi yang 9 orang masih hidup saat Nabi
SAW wafat. Isteri Nabi SAW yang tersebut disebut dengan Ummul Mu’minin artinya
ibu orang-orang beriman. Mereka banyak menolong penyebaran agama Islam di kalangan
kaum ibu.
Nabi Muhammad SAW mempunyai 7 orang anak, 3 laki-laki
dan 4 perempuan yaitu :
- Qasim
- Abdullah
- Zainab
- Fatimah
- Ummu kalsum
- Rukayyah
- Ibrahim
Ibu anak-anak Nabi SAW itu semuanya
dari isteri nabi Khadijah, kecuali Ibrahim, yang ibu Mariyatul Qibtiyyah
(seorang hamba perempuan yang dihadiahkan oleh seorang pembesar Mesir kepada
Nabi SAW. Anak-anak Nabi SAW tersebut wafat pada saat Nabi SAW masih hidup,
kecuali Fatimah yang wafat beberapa bulan setelah Nabi SAW wafat.
Diriwayatkan tatkala Nabi SAW akan
wafat beliau membisikkan kepada Fatimah ra, bahwa beliau akan berpulang ke
hadirat Allah, dan mendengar itu Fatimah menangis dengan sedih, dan beberapa
saat setelah itu Nabi SAW membisikan lagi sesuatu kepada Fatimah ra, mendengar
bisikan yang kedua ini Fatimah ra tersenyum, ternyata bisikan bahwa dikabarkan
bahwa setelah Nabi SAW wafat tidak ada orang yang pertama meninggal kecuali
Fatimah ra, sungguh mulia Fatimah tersenyum walau mendengar kabar yang tentang
wafat nya diri beliau, tapi semua tertutup karena cinta yang mendalam kepada
sang ayah tercinta.
Kerasulan
Muhammad SAW
1.
Awal Kerasulan
Menjelang usianya yang keempat
puluh, Muhammad SAW terbiasa memisahkan diri dari pergaulan masyarakat umum,
untuk berkontemplasi di Gua Hira, beberapa kilometer di Utara Mekah. Di
gua tersebut, nabi mula-mula hanya berjam-jam saja, kemudian berhari-hari
bertafakur. Pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M, Muhammad SAW mendapatkan
wahyu pertama dari Allah melalui Malaikat Jibril.
Pada saat beliau tidur dan terbangun dengan
tiba-tiba pada malam itu di gua bernama Hira, dalam ketakutan yang luar biasa,
seluruh tubuhnya, seluruh diri bathinnya, dicengkeram oleh sebuah kekuatan yang
sangat besar, seolah-olah seorang malaikat telah mencengkeram beliau dalam
pelukan yang menakutkan yang seakan mencabut kehidupan dan napas darinya.
Ketika beliau berbaring di sana, remuk redam, beliau mendengar perintah,
“Bacalah!” beliau tidak dapat melakukan ini beliau bukan penyair terdidik,
bukan peramal, bukan penyair dengan seribu kalimat yang tersusun dengan baik
yang siap dibibir beliau. Ketika itu beliau protes bahwa beliau adalah buta
huruf, malaikat itu merangkulnya lagi dengan kekuatan yang begitu rupa, hingga
turunlah ayat yang pertama yaitu ayat 1 sampai 5 dalam surat Al-‘Alaq.
1. Bacalah dengan (menyebut)
nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah
yang Maha pemurah,
4. Yang mengajar (manusia)
dengan perantaran kalam
5. Dia mengajar kepada manusia
apa yang tidak diketahuinya.
Beliau merasa ketakutan karena belum
pernah mendengar dan mengalaminya. Dengan turunnya wahyu yang pertama itu,
berarti Muhammad SAW telah dipilih Allah sebagai nabi. Dalam wahyu pertama ini,
dia belum diperintahkan untuk menyeru manusia kepada suatu agama.
Peristiwa turunnya wahyu itu
menandakan telah diangkatnya Muhammad SAW sebagai seorang nabi penerima wahyu
di tanah Arab. Malam terjadinya peristiwa itu kemudian dikenal sebagai “Malam
Penuh Keagungan” (Laylah al-qadar), dan menurut sebagian riwayat terjadi
menjelang akhir bulan Ramadhan. Setelah wahyu pertama turun, yang menandai masa
awal kenabian, berlangsung masa kekosongan, atau masa jeda (fatrah).
Ketika hati Muhammad SAW diliputi kegelisahan yang sangat dan merasakan beban
emosi yang menghimpit, beliau pulang ke rumah dengan perasaan waswas, dan
meminta istrinya untuk menyelimutinya. Saat itulah turun wahyu yang kedua yang
berbunyi:
“Wahai kau
yang berselimut! Bangkit dan berilah peringatan!.”
Dan seterusnya, yaitu surat al-Muddatstsir: 1-7. Wahyu
yang telah, dan kemudian turun sepanjang hidup Muhammad SAW, muncul dalam
bentuk suara-suara yang berbeda-beda. Tapi pada periode akhir kenabiannya,
wahyu surah-surah Madaniyah turun dalam satu suara.
Setelah menerima
wahyu yang pertama itu maka Muhammad menjadi seorang utusan (rasul), sehingga
beliau mempunyai kewajiban untuk
menyampaikan ajaran Allah SWT kepada umat manusia. Setelah menjadi rasul, maka
sifat-sifat mulia yang dimilikinya tidak hanya dimilikinya sendiri, namun beliau
harus mengajarkan dan memberi teladan kepada umat manusia untuk berakhlak yang
mulia. “Diriwayatkan dari Abi Hurairah, Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya aku
diutus untuk menyempurnakan akhlak)” (HR Ahmad).
Nabi Muhammad mengajarkan bahwa kemuliaan manusia tidak diukur dari harta, keturunan, suku, keindahan tubuh, kekuatan, maupun pangkat dan jabatannya dalam masyarakat. Namun kemuliaan manusia terletak pada ketaatannya kepada Allah SWT dan kemuliaan akhlaknya, baik berupa sikap, perkataan, maupun perbuatannya dalam kehidupan sehari-hari. Padahal ketika itu masayarakat Arab sangat menonjolkan keturunan dan sukunya. Mereka sering berselisih, bertengkar bahkan berperang agar sukunya menjadi yang paling terhormat diantara yang lain. Mereka juga sangat membanggakan harta dan kedudukan. Semakin banyak harta dan memiliki banyak budak, maka mereka merasa menjadi mulia.
Nabi Muhammad mengajarkan bahwa kemuliaan manusia tidak diukur dari harta, keturunan, suku, keindahan tubuh, kekuatan, maupun pangkat dan jabatannya dalam masyarakat. Namun kemuliaan manusia terletak pada ketaatannya kepada Allah SWT dan kemuliaan akhlaknya, baik berupa sikap, perkataan, maupun perbuatannya dalam kehidupan sehari-hari. Padahal ketika itu masayarakat Arab sangat menonjolkan keturunan dan sukunya. Mereka sering berselisih, bertengkar bahkan berperang agar sukunya menjadi yang paling terhormat diantara yang lain. Mereka juga sangat membanggakan harta dan kedudukan. Semakin banyak harta dan memiliki banyak budak, maka mereka merasa menjadi mulia.
Setelah menjadi
rasul, Nabi Muhammad SAW memberikan ajaran yang sangat mulia bahwa sebaik-baik
manusia adalah yang memberi manfaat dan dapat bermanfaat bagi orang lain.
Padahal perilaku masyarakat Quraisy saat itu seringkali menyengsarakan orang
lain, mereka semena-mena terhadap orang-orang miskin apalagi terhadap
budak-budak mereka. Betapa beratnya tugas Nabi Muhammad SAW untuk membina
manusia agar berakhlak mulia ketika kondisi akhlaknya sudah buruk. Namun semua
itu dilakukan beliau dengan penuh kesabaran dan dengan cara memberi teladan.
Nabi Muhammad Sebagai Rahmat
bagi Alam Semesta
Bagi
orang-orang yang merasakan bahwa kehidupan para pembesar dan bangsawan Makkah
yang sudah sesat dan keterlaluan, namun mereka tidak mampu berbuat apa-apa, maka
kehadiran Nabi Muhammad saw seperti seteguk air saat mereka merasakan dahaga
yang sudah sangat lama. Nabi Muhammad saw mengajarkan tentang persamaan derajat
manusia. Nabi Muhammad saw juga mengajarkan agar penyelesaian masalah tidak boleh
dilakukan dnegan cara kekerasan, namun harus dilakukan dengan cara-cara yang
damai dan beradab. Hal ini tercermin dalam tindakan Nabi Muhammad ketika
mendamaikan masyarakat Makkah saat akan meletakkan Hajar Aswad pada
tempatnya.
Nabi Muhammad
mengajarkan agar manusia bekerja keras untuk dapat memenuhi kebutuhannya, namun
ketika menjadi kaya maka dia harus mengasihi yang miskin dengan cara
menyisihkan sebagian hartanya untuk mereka. Orang yang kuat harus mengasihi
yang lemah. Orang tua harus menyayangi anaknya baik anak itu laki-laki maupun
perempuan, sebaliknya anak harus menghormati dan berbakti kepada orang tuanya
walaupun mereka sudah sangat tua. Ketika antar anggota masyarakat dapat
memahami hak dan kewajibannya, saling menghormati, menghargai, dan mengasihi,
maka akan menjadi masyarakat yang damai, aman, tenteram dan sejahtera. Terbukti,
saat ini keadaan Masyarakat Makkah dan Madinah menjadi masyarakat yang sangat
beradab, damai, sejahtera dan mengalami kemajuan yang pesat. Semua itu diawali
dengan ketakwaan mereka kepada Allah dan senantiasa berpegang teguh kepada
ajaran Nabi Muhammad saw.
Dengan
demikian sesungguhnya Nabi Muhammad ditus oleh Allah SWT sebagai rahmat bagi
seluruh alam. Nabi tidak hanya diutus untuk penduduk Makkah saja, atau bagi
bangsa Arab saja, namun nilai-nilai yang dibawanya adalah nilai-nilai
universal yang dapat meningkatkan martabat umat manusia sehingga berbeda dengan
binatang.
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QَS Al Anbiya : 107)
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QَS Al Anbiya : 107)
2.
Pertengahan Kerasulan
Setelah beberapa lama dakwah Nabi
Muhammad SAW tersebut dilaksanakan secara individual, turunlah perintah agar
nabi menjalankan dakwah secara terbuka. Mula-mula beliau mengundang dan menyeru
kerabat karibnya dan Bani Abdul Muthalib. Beliau mengatakan di tengah-tengah
mereka, “Saya tidak melihat seorang pun di kalangan Arab yang dapat membawa
sesuatu ke tengah-tengah mereka lebih baik dari apa yang saya bawa kepada
kalian. Kubawakan kepada kalian dunia dan akhirat yang terbaik. Tuhan
memerintahkan saya mengajak kalian semua. Siapakah diantara kalian yang mau
mendukung saya dalam hal ini?”. Mereka semua menolak kecuali Ali bin Abi
Thalib.
Pada permulaan dakwah ini orang yang
pertama-tama merima dakwah nabi yaitu dengan masuk Islam adalah, dari pihak
laki-laki dewasa adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, dari pihak perempuan adalah
isteri nabi SAW yaitu Khadijah, dan dari pihak anak-anak adalah Ali bin Abi
Thalib ra. Dalam memulai dakwah nabi banyak mendapat halangan dari pihak kafir
quraisy mekah dan berbagai bujuk rayu yang dilakukan kaum Quraisy untuk
menghentikan dakwah Nabi gagal, tindakan-tindakan kekerasan secara fisik yang
sebelumnya sudah dilakukan semakin ditingkatkan. Kekejaman yang dilakukan oleh
penduduk Mekah terhadap kaum muslimin itu, mendorong Nabi Muhammad SAW untuk
mengungsikan sahabat-sahabatnya ke luar Mekah. Pada tahun kelima kerasulannya,
nabi menetapkan Habsyah (Ethiopia) sebagai negeri tempat pengungsian.
Usaha orang-orang Quraisy
untuk menghalangi hijrah ke Habsyah ini, termasuk membujuk Negus (Raja)
agar menolak kehadiran umat Islam di sana, gagal. Bahkan, di tengah
meningkatnya kekejaman itu, dua orang Quraisy masuk Islam, Hamzah dan Umar ibn
Khathab. Dengan masuk Islamnya dua tokoh besar ini posisi Islam semakin kuat. Tatkala
banyaknya tekanan dari berbagai pihak Nabi SAW mengalami kesedihan yang
mendalam yaitu wafat nya seorang paman yaitu Abu Thalib sebagai pelindung dan
isteri tercinta yang setia menemani hari-hari beliau yaitu Khadijah binti Khuwailid,
sehingga Allah menghibur hati baginda Rasul SAW dengan terjadinya Isra’ dan
Mi’rajnya Nabi Muhammad SAW. diriwayatkan pada suatu malam ketika Nabi SAW ada
di Masjidil Haram di Mekkah, datanglah Jibril as. Dan beserta malaikat yang
lain, lalu dibawanya dengan mengendarai Buroq ke Masjidil Aqsa di negeri
Syam, kemudian Nabi SAW dinaikkan ke langit untuk diperlihatkan kepada Nabi SAW
tanda-tanda kebesaran dan kekayaan Allah SWT, pada malam itu juga Nabi SAW
kembali ke negeri Mekkah. Perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqso
dinamakan Isra, dan dinaikkannya Nabi SAW dari Masjidil Aqso ke langit disebut
Mi’raj. Pada malam inilah mulai di wajibkan Shalat Fardlu 5 kali dalam sehari.
Setelah peristiwa Isra’ dan Mi’raj,
suatu perkembangan besar bagi kemajuan dakwah Islam muncul. Perkembangan itu
diantaranya datang dari sejumlah penduduk Yatsrib yang berhaji ke Mekah.
Mereka, yang terdiri dari suku ‘Aus dan Khazraj, masuk Islam dalam tiga
gelombang. Pertama, pada tahun kesepuluh kenabian, beberapa orang Khazraj
menemui Muhammad SAW untuk masuk Islam, dan mengharapkan agar ajaran Islam
dapat mendamaikan permusauhan suku ‘Aus dan Khazraj. Kedua, pada tahun
keduabelas kenabian, delegasi Yatsrib terdiri dari sepuluh orang Khazraj dan
dua orang ‘Aus serta seorang wanita menemui Muhammad SAW di tempat
bernama Aqabah. Mereka menyatakan ikrar kesetiaan. Ikrar ini dinamakan dengan
perjanjian “Aqabah Pertama”. Ketiga, pada musim haji berikutnya, jama’ah haji
yang datang dari Yatsrib berjumlah 73 orang. Atas nama penduduk Yatsrib, mereka
meminta Muhammad SAW dan Muslimin Makkah agar berkenan pindah ke Yatsrib.
Mereka berjanji akan membelanya dari segala ancaman. Perjanjian ini dinamakan
dengan perjanjian “Aqabah Kedua”.
Dalam perjalanan ke Yatsrib nabi
ditemani oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ketika di Quba, sebuah desa yang jaraknya
sekitar lima kilometer dari Yatsrib, nabi istirahat beberapa hari lamanya. Dia
menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah ini nabi membangun sebuah
mesjid. Inilah mesjid pertama yang dibangun nabi, sebagai pusat peribadatan.
Tak lama kemudian, Ali bin Abi Thalib menyusul nabi, setelah menyelesaikan
segala urusan di Mekah.
Sementara itu, penduduk Yatsrib
menunggu-nunggu kedatanganya. Waktu yang mereka tunggu-tunggu itu tiba, mereka
menyambut nabi dan kedua sahabatnya dengan penuh kegembiraan. Sejak itu,
sebagai penghormatan terhadap nabi, nama kota Yatsrib diubah menjadi Madinatun
Nabi (Kota Nabi) atau sering disebut Madinatul Munawwarah (Kota
yang bercahaya), karena dari sanalah sinar Islam memancar keseluruh dunia.
Kejadian itu disebut dengan
“hijrah” bukan sepenuhnya sebuah “pelarian”, tetapi merupakan rencana
perpindahan yang telah dipertimbangkan secara seksama selama sekitar dua tahun
sebelumnya. Tujuh belas tahun kemudian, Khalifah Umar bin Khattab menetapkan
saat terjadinya peristiwa hijrah sebagai awal tahun Islam, atau tahun
qamariyah.
3. Akhir Masa
Kerasulan
Setelah tiba dan diterima penduduk
Yatsrib (Madinah), Nabi Muhammad SAW resmi sebagai pemimpin penduduk kota itu.
Babak baru dalam sejarah Islam pun dimulai. Berbeda dengan periode Mekah, pada
periode Madinah, Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenaan
dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad SAW
mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai
kepala negara. Dengan kata lain, dalam diri nabi terkumpul dua kekuasaan,
kekuasaam spiritual dan kekuasaan duniawi. Kedudukannya sebagai rasul secara
otomatis merupakan kepala negara.
Dengan terbentuknya Negara Madinah,
Islam makin bertambah kuat. Perkembangan Islam yang pesat itu membuat
orang-orang Mekah dan musuh-musuh Islam lainnya menjadi risau. Kerisauan ini
akan mendorong orang-orang Quraisy berbuat apa saja. Untuk menghadapi
kemungkinan-kemungkinan gangguan dari musuh, nabi sebagai kepala pemerintahan,
mengatur siasat dan membentuk pasukan tentara. Umat Islam diijinkan berperang dangan dua alasan: (1) untuk mempertahankan diri dan
melindungi hak miliknya (2) menjaga keselamatan dalam penyebaran kepercayaan dan
mempertahankannya dari orang-orang yang
menghalang-halanginya.
Dalam sejarah Madinah ini memang
banyak terjadi peperangan sebagai upaya kaum muslimin mempertahankan diri dari
serangan musuh. Nabi sendiri, di awal pemerintahannya, mengadakan beberapa
ekspedisi ke luar kota sebagai aksi siaga melatih kemampuan calon pasukan yang
memang mutlak diperlukan untuk melindungi dan mempertahankan negara yang baru
dibentuk. Perjanjian damai dengan berbagai kabilah di sekitar Madinah juga
diadakan dengan maksud memperkuat kedudukan Madinah.
Pada tahun 9 dan 10 Hijriyah
(630-632 M) banyak suku dari pelosok Arab mengutus delegasinya kepada Nabi
Muhammad SAW menyatakan ketundukan mereka. Masuknya orang Mekah ke dalam agama
Islam rupanya mempunyai pengaruh yang amat besar pada penduduk padang pasir
yang liar itu. Tahun itu disebut dengan tahun perutusan. Persatuan bangsa Arab
telah terwujud, peperangan antara suku
yang berlangsung sebelumnya telah berubah menjadi persaudaraan seagama.
Nabi
Muhammad SAW Wafat
Setelah itu, Nabi Muhammad SAW
segera kembali ke Madinah. Beliau mengatur organisasi masyarakat kabilah yang
telah memeluk agama Islam. Petugas keagamaan dan para dai’ dikirim ke berbagai
daerah dan kabilah untuk mengajarkan ajaran-ajaran Islam, mengatur peradilan,
dan memungut zakat. Dua bulan setelah itu, Nabi mengalami sakit demam.
Tenaganya dengan cepat berkurang. Pada hari senin tanggal 12 Rabi’ul Awal 11 H/
8 Juni 632 M, Nabi Muhammad SAW wafat di rumah istrinya Aisyah di waktu Dhuha dengan usia 63 tahun.
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan teman-teman berkomentar dengan bahasa yang baik dan benar :)